Monday, November 15, 2010

Ulah Merapi: Magelang Menjadi Kota Mati

Sejak Rabu malam (3/11) hingga Minggu (7/11), hujan abu masih mengguyur daerah Magelang dan sekitarnya. Sesekali turun hujan air sehingga debu vulkanik Merapi berubah menjadi lumpur menumpuk di jalanan.

Di daerah Mungkid, nampak beberapa warga mengeruk lumpur di tepi jalan menggunakan cangkul dan mengangkutnya dengan gerobak kecil. Namun, karena hujan abu masih mengguyur, debu vulkanik itu pun kembali menempel di jalanan, bercampur air berubah menjadi lumpur, dan membuat licin jalanan.

Debu vulkanik yang menempel di kabel dan sambungan listrik membuat listrik di sejumlah daerah, seperti Kecamatan Borobudur, Mungkid, Muntilan, Salam, Sawangan, Srumbung, dan Dukun mati total. Hingga Minggu, semua toko, warung, warnet di sejumlah daerah itu juga tutup. Pasar Muntilan masih sepi.

Pohon-pohon di tepi jalan, seperti pohon perindang, tanaman bambu, dan lainnya tumbang. Sejumlah warga dan beberapa anggota TNI menyingkirkan pohon yang tumbang itu ke tepian, kemudian diangkut dengan mobil truk milik Dinas Pekerjaan Umum (DPU) setempat.

Beberapa warga di jalan menuju kawasan wisata Candi Borobudur mengumpulkan ranting dan dedaunan dari pohon yang tumbang kemudian membakarnya di tepi jalan. Asap pembakaran itu menambah pengap udara Magelang yang masih diguyur hujan abu.

Hujan abu dimanfaatkan anak-anak jalanan yang biasanya mengamen untuk mencari nafkah. Di beberapa ruas jalan, terutama di perempatan, dari arah Magelang menuju Yogyakarta, mereka menawarkan masker pada para pengguna jalan dengan harga Rp2.000 per lembar.

No comments:

Post a Comment